Jumat, 31 Desember 2010

★ Catatan Akhir Tahun ★

Bingung mau nulis apa, yg jelas, tak banyak kisah di tahun ini tp cukup menguras tenaga dan pikiran. Huft...

Hmm, tahun ini full wit angka 3. 3 kali lamaran kerja ditolak, 3 kali sakit, 3 kali patah hati. Hehehe

Cukup itu saja catatan untuk tahun ini.

So....

Happy New Year 2011
May Allah SWT always bless us^____^


Purnama, 31 Desember 2010, 16:41

Minggu, 26 Desember 2010

Amati, Tiru, Modifikasi (meniru itu yg kreatif, jangan niru abiez...^^,)

Memiliki naskah yang orisinil merupakan kebanggaan dan keinginan setiap penulis. Tidak ada penulis yang mau dituduh menyontek, menjiplak, plagiat (alias tukang nyolong). Bahkan penulis yang benar benar plagiat pun akan menggeleng keras keras, sebab tuduhan itu memang tidak terhormat sekali. Wajar saja, sejak mulai bersekolah kita selalu diajarkan untuk tidak mencontek.

Sayangnya tidak semua orang bisa memiliki kemampuan untuk menulis sesuatu yang orisinil dan unik. Tidak dapat dipungkiri kemampuan setiap orang memang berbeda. Ada orang yang sanggup menulis masterpiece dalam sekejap mata. Sedangkan ada yang menulis selembar surat buat pacaranya saja, sampai menghabiskan kertas satu rim.

Tulisan ini tidak akan mengajarkan bagaimana menghasilkan suatu naskah yang orisinal. Tetapi malah mengajarkan untuk menjadi peniru - namun bukan sembarang peniru - melainkan peniru yang kreatif.
Mari kita belajar dari pengalaman bangsa Jepang, bangsa yang saat ini sudah sangat maju dan menjadi tolok ukur perkembangan teknologi. Padahal kalau kita kembali ke tahun 1945, Jepang hancur lebur. Perekonomian hancur dan harga diri sebagai bangsa pun remuk redam. Tapi perlahan lahan dia mulai bangkit dengan meniru. Ia memproduksi barang yang mirip dengan buatan produk negara maju lain, tapi dengan beberapa modifikasi sederhana. Mungkin beberapa orang masih ingat akan tahun 1980-an ada stigma kalau “Made in Japan” adalah barang yang modelnya boleh keren tapi tidak awet. Tapi dari situ pelan pelan Jepang mulai belajar menginovasi diri, dan sekarang malah menjadi inovator yang disegani.

Jadi peniru bukanlah hal yang dilarang. Kita sendiri kan tiruan dari orang tua kita, iya kan? Kalau tidak ada yang boleh meniru, penjual ayam goreng cuma ada satu sedunia. Tetapi faktanya setiap orang bisa menjual ayam goreng dengan gaya dan bumbu ala masing masing. Namun ada syaratnya yaitu jangan jadi sembarang peniru, jadilah peniru yang kreatif. Jika kamu cuman menjiplak, ya siap siaplah untuk dihujat seluruh dunia. Untuk itu, pakai jurus jitu peniru yang kreatif yaitu strategi ATM. Strategi ini dikenal dengan baik di dunia bisnis dan dapat diterapkan di dunia tulis menulis. ATM = Amati, Tiru dan Modifikasi.

☆Amati
Jika kamu berminat menulis bidang tertentu, carilah beberapa buku yang laris di bidang itu. Baca, amati dan telaah apa yang mengakibatkan buku itu laris. Cari keunggulan apa yang dimilikinya. Cari tahu pula kekurangannya. Pendek kata disini kamu meneliti peluang menulis topik yang sama dengan cara berbeda

☆Tiru
Tentu saja kamu harus tahu etika dan sejauh mana yang bisa diambil, dikutip atau diadaptasi. Selama kamu bisa menjaga hal ini dan selama kamu tidak asal comot seperti kasus sinetron Indonesia. Sebagai panduan, yang perlu kamu tiru adalah esensi tulisan yang ingin ditiru. Seperti ketika mencoba membuat ayam goreng dengan bumbu tepung ala sendiri atau mencoba sesuatu yang liar misalnya disajikan dengan bumbu petis.
Contoh novel yang mengambil esensi cerita lain misalnya Kung Pao Chiken Love yang ditulis oleh La Mian. Esensi atau topiknya adalah bagaimana kalau cowok yang kita cintai sebenarnya adalah mafia. Topik ini sebenarnya sudah diangkat ke dalam berbagai film, termasuk film drama asia seperti Married To The Mafia. Bahkan mungkin film ini pun terinspirasi oleh film barat Married to The Mob yang ceritanya tentang seorang gadis bule yang suaminya ternyata seorang mafia Italia. La Mian menulisnya dengan baik, mengembangkannya dengan unsur budaya Sunda, dan mencoba menusukkan gaya tulisannya sendiri. Intinya, Cobalah menulis ulang sebuah topik dengan gaya kamu sendiri. Ini penting, Jangan meniru mentah mentah teknik atau gaya orang lain. Make it personal!

☆Modifikasi
Kamu harus memberikan sesuatu yang baru pada apa yang kamu tulis. Berdasar pengamatan sebelumnya misalnya kamu menulis dengan sudut pandang yang berbeda, memfokuskan pada sub topik tertentu, mengadaptasi dengan nilai nilai lokal, menambahi dengan pengetahuan, membuat sanggahan atau malah dukungan pada topik tersebut dan lain lain.

Tidak semua bisa menjadi kecap nomor satu, karena memang cuma ada satu yang bisa. Inti dari tulisan ini adalah mungkin kamu tidak bisa menulis sesuatu yang orisinal, tetapi kamu bisa menulis sesuatu yang sudah pernah ditulis orang lain dengan gaya kamu sendiri, lebih baik berbeda, dan memberikan nilai tambah pada orang lain. Ingat ATM = Amati, Tiru, Modifikasi. Jangan ATP = Amati, Tiru, Persis!

Sumber: Om Google (Fiya Hentihu)

Jika Tuhan Maha Pintar, Ia akan mengerti....[judul asli 'Pemandangan Indah']

Muhammad, Al-Qur’an, dan Ramadhan sama sekali tidak menarik. Nama Yesus Kristus, Roh Kudus, dan Bunda Maria jelas punya eksotisme lebih besar. Begitulah keadaan jiwa saya di sekolah dasar, kira-kira 13 tahun yang lalu. Saya tak ingat persis mengapa semua itu bisa terjadi. Kalau dirunut, mungkin karena waktu itu, saya baru belajar shalat.
Islam menjelaskan bahwa maksimal pada umur 7 tahun, seorang anak harus belajar Sholat. Kalau tidak, ia boleh dipukul. Tidak ada yang memukul, karena saya mempelajarinya dengan baik. Setiap ruku, I’tidal, takbir, dengan cepat doa-doa itu terekam sempurna di benak. Satu yang tidak saya mengerti, apa makna semua ini untuk saya?
Salah satu kewajiban umat Islam adalah shalat lima waktu. Itulah jawaban buku teks pelajaran Agama Islam. Itu saja, sebuah kewajiban. Tapi alih-alih menurut, kepala saya malah protes, “Bukannya kamu sholat hanya karena bapak-ibu kamu muslim?” Dan bahkan lebih jauh lagi, “Jika kamu dilahirkan sebagai non muslim, akankah kamu memeluk Islam?”
Ego yang kelewat besar – bahkan cenderung menyesatkan kalau dipikir-pikir sekarang ini – menolak untuk hanya jadi sekedar pengikut. Dengan pragmatisnya saya membatin, “Jika Islam memang agama yang paling benar, saya akan memulainya dari belajar agama lain – yang mungkin dinilai salah.” Itulah permulaan dari helaian-helaian kertas berisi soal Agama Kristen dalam Lembar Kerja Siswa (LKS) untuk anak SD yang saya isi setiap harinya.
Dan apakah saya menemukan keyakinan akan Islam dengan segera? Tidak. Sebagai anak-anak saya lebih sibuk bermain tak jongkok dan lompat karet. Faktanya, saya memulai Islam dengan jadi pengikut. Ikut-ikut shalat. Ikut-ikut pakai jilbab setiap jumat. Ikut-ikut mengaji. Tanpa pernah tahu apa korelasinya untuk saya pribadi.

Agama dan spiritualitas, selalu disebut-sebut sebagai pedoman hidup. Dan selayaknya sebuah pedoman hidup, adalah sebuah tuntutan idealisme bahwa setiap pribadi harus mengerti bagaimana posisi agama dalam diri. Termasuk detil komponen-komponen pendirinya, seperti shalat, dzikir, hijab, wudhu, dan lain sebagainya. Lagi-lagi, dengan ego yang demikian tinggi, saya menolak ikut majelis atau pengajian manapun. Selain karena tatapan aneh yang mereka alamatkan ketika mengutarakan pendapat, saya juga ingin menjaga kejernihan pemaknaan.

Inilah perjalanan awal metode keislaman saya. Dimulai dengan memaknai shalat sebagai suatu kewajiban, saya menemukan shalat sebagai ruang beristirahat. Ketika kesibukan sekolah, pelajaran, dan – kemudian – pekerjaan begitu tinggi, saya menemukan shalat sebagai tempat bersembunyi. Tidak ada yang berani mengganggu. Beranjak dari sana, seseorang pernah berkata, bahwa shalat adalah interaksi langsung kita dengan Tuhan. Maka di sholat itulah, saya menyampaikan apapun yang ingin saya sampaikan. Bahkan kadang saya bercerita banyak hal pada-Nya di akhir bacaan Al-Fatihah dan satu surat lain, di dalam sebuah rakaat, tidak menunggu sampai sehabis tahiyat akhir. Atau seringkali sehabis membaca satu surat, saya tidak langsung rukuk, melainkan tetap berdiri lama sekali. Hanya diam. Sekedar menikmati berdiri di hadapan Tuhan. Saya tidak menghafal doa-doa, saya berdoa semau saya. Jika Tuhan Maha Pintar, Ia akan mengerti.

Hal itu membawa pada pemaknaan akan Tuhan. Selama ini, Tuhan selalu dicitrakan sebagai penguasa yang Maha Agung, tempat kita menyembah, kekuasaan yang jauh lebih tinggi. Saat pertama kali mengenalnya, saya enggan memaknainya demikian. Saya ingin menganggap Tuhan sebagai sahabat. Tempat bercerita dan mengadu sebelum tidur, seseorang yang akan menerima apa adanya. Kadang saya mengajaknya bercanda. Bahkan pernah, saya marah besar karena saya pikir Ia sedang mengabulkan doa saya, ternyata tidak. Ia mentakdirkan lain. Saat itu saya murka, karena rasanya Ia menjadikan manusia boneka semata. Itu adalah sebuah love and hate relationship.

Dalam Islam, Tuhan dikonsepkan Omnipresence, ada dimana-mana. Tuhan itu dekat, bahkan lebih dekat dari urat nadimu sendiri. Baru setelah bertahun-tahun menjalankan shalat, perlahan-lahan saya mulai merasa nyaman dengan keberadaan Tuhan. Tidak keberatan Ia selalu ada bersama saya. Sayangnya, itu tidak lantas membuat saya seketika jadi orang saleh. Di titik itu, saya hanya merasa nyaman, bahwa saya tidak sendirian.

Namun justru karena itu, karena Ia tidak pernah meninggalkan saya, pelan-pelan saya merasa mulai mencintai-Nya. Percaya padaNya, bahwa Ia akan ada memeluk saya, bahkan pada saat saya tidak bisa memaafkan diri sendiri. Merindukan waktu shalat, merindukan saat bertemu langsung dengan-Nya melalui cara yang Ia tentukan. Menyenangi menyebut diriNya di setiap nafas. Menghormati-Nya, mengakui keagungan-Nya dan – otomatis – mengurangi membuat lelucon tentangNya (yang dulu saya alibikan dengan, Tuhan juga senang humor, Ia tahu saya cuma bercanda)

***

Konsep Tuhan, adalah sesuatu yang amat berguna untuk kestabilan hidup manusia. Ide akan Tuhan yang tak kasat mata itu sangat menolong kekosongan dan kehausan psikologis. Itulah mengapa Cinta hanya diperuntukkan untuk Dia yang Maha Sempurna, karena hanya Dia yang bisa memenuhi semua kebutuhan dan keinginan manusia. Manusia lain, hanya ditakdirkan untuk saling menyayangi dengan ketidaksempurnaannya.

Konsep inilah, yang membuat saya bertahan dalam Islam sampai sekarang. Bahwa Islam memberi ruang yang begitu luas untuk pemaknaan, meski tidak semua bisa diinterpretasikan secara bebas. Untuk berbeda. Untuk berpikir. Untuk berijtihad. Justru Islam yang luas, membawa saya pada keinginan untuk mengenalnya lebih jauh. Membaca kitabnya. Mengenal Nabi-nabinya. Islam adalah naungan yang begitu besar, apakah mungkin Islam tidak benar? Bicara tentang mekanisme perjalanan, ini semua bukan hanya tentang akal dan logika. Menemukan makna-makna juga menggunakan anugrahNya yang satu lagi, yaitu rasa.
Sampai sekarang, saya tak sepenuhnya yakin apa saya sudah berada dalam Islam yang ‘paling benar’. Apakah pemaknaan-pemaknaan tersebut sudah berada tepat pada jalurnya. Atau, apakah metode pemaknaan yang saya gunakan itu benar. Dalam pilihan, selalu ada resiko. Tentu saja, sebagai manusia kita hanya bisa berikhtiar. Perjalanan ini belum berakhir. Bersyukurlah, jika pemandangannya indah.

Sumber: Om Google - jurnalCahaya

Rabu, 22 Desember 2010

.: Untukmu yg sedang Merindu [Terlarang]:.

"Apa yang dilakukan oleh insan manusia bila rindu dengan kekasih hatinya sedangkan kekasihnya sudah terlarang untuknya?".

"Entahlah, mungkin hanya bisa menikmati kerinduan itu, barangkali dengan sedikit berharap rindu itu akan terobati dengan kenangan saat bersamanya. Hanya berharap sesaat, lainnya? hanya Tuhan yang tahu apa yang terbaik untuk kita."


"Tapi insan manusia itu sekarang sedang terhanyut sangat jauh, tenggelam begitu dalam bersama kenangan indah itu. Dia ingin keluar dalam keterpurukannya, tapi tangan itu begitu kokoh menariknya ke dalam. Masih ada senyum dibibirnya, tapi andaikan hati dilihat, sepertinya sudah tak berbentuk. Kapan semua ini akan berakhir?"


"Kamu mungkin membutuhkan orang lain untuk menarik mu keluar dari keterpurukan itu. Tapi ku rasa itu saja tidak cukup jika kau hanya diam. Mari ulurkan tangan pada teman-teman mu dan berusahalah sekuat tenaga agar orang-orang mudah membantu mu. Lapangkan dada dan ikhlas, sebenarnya hanya itu yang kau perlukan. Tapi terkadang itu tak semudah mengucapkannya".
☆☆☆

Merindukan seseorang yang tak lagi milik kita? tentu sangat menyakitkan. Dan memendam rindu itu sungguh terasa berat hingga teman berbaginya [biasanya] hanya air mata...He he he ^^,

Apa rindu ini terlarang? Hmm, kata siapa? Rindu itu tidak terlarang. Tapi, Terlaarraaaaaaaaaaang banget. Hahahaha :p

Ahh,,, meski terlarang, asal masih ada kesempatan bercumbu dalam hayal that's no problem..^__~


Dan memendam sesuatu hal terlalu lama itu tidak baik, skali2 musti dilampiaskan! Right.....?

[Keep positive thingking yeaah \m/]

Sumber: ngutip sana sini