Sabtu, 14 Agustus 2010

Debat Kusir, jangan....!!! (Buad yg suka debat baca yuah....^_^)

Debat kusir sering digunakan orang sebagai istilah untuk diskusi yang tak berguna dan tiada habisnya. Merupakan gabungan dari dua kata, yaitu debat dan kusir. Debat adalah proses interaksi antara dua atau lebih orang yang membincangkan suatu fenomena dan realita kehidupan berdasarkan interpretasi dan sudut pandang masing-masing pihak yang berinteraksi. Sedangkan kusir orang yang bertanggungjawab mengendalikan kuda yang menghela (menarik) dokar/delman/andong supaya baik jalannya. Lalu apa hubungan debat kusir ?

Coba kita ingat-ingat bagaimana posisi duduk kusir, posisinya membelakangi penumpang, atau menyamping. Karena jika berhadapan dengan penumpang sadonya bisa jadi nabrak. Jadi dari sudut pandangnya saja sudah berbeda, dilihat dari posisi duduknya dengan penumpang.

Istilah debat kusir muncul ketika Birokrat ulung Indonesia pada jaman orde baru Harmoko iseng naik delman (dokar) dari rumahnya menuju tempat kerjanya. Baru beberapa meter delman melaju, tercium bau menyengat yang tidak enak. Kemudian terjadi debat :

Pak Harmoko : “Bang, delmannya kok bau yach ?”.

Kusir yang juga merasakan adanya bau itu langsung menjawab : “iya maaf pak, kudanya kentut !”

Pak Harmoko menimpali. : “ Kudanya masuk angin tuch, makanya kalau malam masukkan ke kandang”

Merasa disalahkan Kusir lantas membantah : “Bukan masuk angin pak, tapi keluar angin”

Sebagai seorang birokrat ulung tentu menjawab lagi sambil berusaha meyakinkan si kusir : “Masuk Angin ah!”

Kusir yang merasa berpengalaman merawat kuda lantas menjawab lagi : “paaaaak, yang namanya kentut itu bukan memasukkan angin tapi mengeluarkan angin , jadi keluar angin ! bapak ini gimana sich ?

Pak Harmoko masih tetap berusaha meyakinkan dengan menambah referensi “menurut petunjuk bapak presiden, “…… kuda itu masuk angin !

Pak Harmoko dan Kusir tetap pada pendiriannya tentang kentut (kuda) sampai akhirnya Pak Hamoko turun dari dokar untuk menuju kantor dan kusir kembali ke jalan untuk mencari penumpang lainnya. Mulai dari situlah istilah Debat Kusir sering digunakan !!!

Kisah lainnya,
Penumpang : “wah…. Pemandangannya bagus ya…” (disamping jalan ada sawah terhampar luas..)
Kusir : “apanya yang bagus bu, dari tadi yang diliat Cuma jalan lurus aja kok, bosenin” (pandangan kusir kedepan, yang ada cuma jalan lurus).

Ya nggak nyambung…!! Dan kalau dilanjutin, bakalan makin ngelantur.

Atau ada contoh lain.

Misal pak kusir tiba-tiba kentut, otomatis alirannya langsung ke penumpang (karena membelakangi tadi). Nah, penumpang akan bertanya, “bapak kentut ya…kok saya nyium bau kentut sih pak !! ”, tanya penumpang. Pak kusir berkata, “ah… perasaan nggak…ini mah bau kotoran kuda”, (karena kusir langsung menghadap pada pantat kuda). “nggak kok saya yakin ini bau kentut”, timpal sang penumpang. “lho ibu jangan nuduh saya gitu dong, saya nggak nyium bau kentut, yang saya cium kotoran kuda”, sanggah kusir. “oohhh…. Gitu, jadi bapak nggak mau ngaku kalo udah ngentutin saya”, kata penumpang, “kalo gitu saya turun disini aja…”, kata penumpang marah (padahal emang sudah nyampe tempat tujuan). “oi… bu, bayar dong, kok maunya gratisan”, kata kusir makin panas. “enak aja, saya nggak mau bayar gara-gara nyium kentut bapak !!”, kata penumpang sambil kabur sewot.

Tuh..kan makin nggak bener. Ini Cuma ilustrasi dari debat kusir. Diawali dengan sudut pandang yang nggak nyambung, ditambah lagi masing-masing pihak EGOIS, lalu diakhiri dengan PERTENGKARAN. 

Perdebatan seringkali tidak menemui titik temu bahkan jangankan titik temu, kalau dalam matematika ada dua buah garis, garis2 tersebut tidak pernah mendekat satu sama lain, bahkan saling menjauh atau minimal sejajar terus!
Begitu pula dengan debat, soalnya masing2 punya referensi pemikiran sendiri, apalagi debat masalah agama/kepercayaan pasti tidak akan “tuntas” bahkan dipastikan topiknya melebar ke mana2!

Bagaimana menurut anda, benarkah begitu ….?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar